Jumat, 03 April 2009

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TUGAS MATA KULIAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


Oleh :
NINING RIWAYATININGSIH, S.Pd.

NIP : 196011021983032005

Belajar mengacu pada perubahan perilaku individu sebagai akibat dari proses pengalaman baik yang dialami maupun yang sengaja dirancang. Ciri-ciri belajar adalah adanya perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan, serta perilaku tersebut bersifat relatif menetap. Delapan jenis belajar menurut Gagne adalah belajar isyarat, stimulus-respon, rangkaian, asosial verbal, membedakan, konsep, hukum/aturan, dan pemecahan masalah.

Pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang dirancang untuk mendukung proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku individu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ciri-ciri pembelajaran adalah kegiatannya mendukung proses belajar siswa, adanya interaksi antara individu dengan sumber belajar, serta memiliki komponen-komponen tujuan, materi, proses, dan evaluasi yang saling berkaitan. Masing-masing teori belajar memiliki asumsi dasar, komponen dasar dan kontribusi yang khas.

Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang baik yang pada gilirannya dapat mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, jenis-jenis proses belajar dan hasil belajar seyogyanya menjadi pusat perhatian metode pembelajaran.

Setiap jenis belajar mulai dari belajar isyarat sampai dengan belajar pemecahan masalah memiliki karakteristik proses mental dan interaksi yang khas/spesifik. Oleh karena itu, dalam merancang proses pembelajaran guru harus memiliki pengetahuan tentang jenis belajar serta kondisi internal dan eksternal yang dibutuhkan setiap akan memungkinkan tumbuhnya proses dan hasil belajar yang baik.

Kegiatan pembelajaran mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dan media dalam rangka membangun proses belajar, antara lain membahas materi dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.

Proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa. Dengan demikian maka proses belajar bisa terjadi di kelas, dalam lingkungan sekolah, dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi sosial-kultural melalui media massa dan jaringan.

Belajar merupakan suatu proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan, dan sikap. Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya penyempurnaan terhadap perspekstif tentang cara manusia belajar. Menurut teori belajar behavioristik belajar merupakan perubahan perilaku manusia yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Premis dasar teori belajar behavioristik menyatakan bahwa interaksi antara stimulus respons dan penguatan terjadi dalam suatu proses belajar. Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar, yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat. Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan atas respons yang muncul terhadap stimulus yang bervariasi. Salah satu teori belajar behavioristik adalah teori classical condotioning dari Palvop, penguatan berperan penting dalam mengkondisikan munculnya respons yang diharapkan. Jika penguatan tidak dimunculkan, dan distimulus hanya ditampilkan sendiri, maka respons terkondisi akan menurunkan dan atau menghilang. Namun, suatu saat respons tersebut dapat muncul kembali. Sementara itu, connectionism dari Thorndike menyatakan bahwa belajar merupakan proses coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus. Respons yang benar akan semakin diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respons yang tidak benar akan menghilang. Akibat menyenangkan dari suatu respons akan memperkuat kemungkinan munculnya respons. Respons yang benar diperoleh dari proses yang berulang kali yang dapat terjadi hanya jika siswa dalam keadaan siap.

Teori belajar behavioristik dari Watson menyatakan bahwa stimulus dan respon yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati. Interaksi stimulus dan respons merupakan proses pengkondisian yang akan terjadi berulang-ulang untuk mencapai hasil yang cukup kompleks.

Teori belajar Classical Conditioning dari Palvop, Connectionism dari Thorndike dan Behaviorim dari Watson merupakan teori-teori dari aliran perilaku yang menjadi tonggak sejarah aliran perilaku dalam teori belajar. Modifikasi yang berhasil dikembangkan dari aliran perilaku oleh berbagi ahli disebut aliran perilaku baru (neo-behaviorism). Tokoh-tokoh dari aliran ini di antaranya Clark Hull dengan teori Sistem Perilaku, Edwin Guthrie dengan teori Contiguity, dan B.F. Skinner dengan teori Operant Conditioning, William Este dengan teori Stimulus Sampling, Ebbinghouse dengan teori Human Associative Learning, dan lain-lian.

Pada dasarnya teori Hull, Gulthrie, dan Skinner memiliki premis dasar yang sama dengan teori-teori pendahulunya, yaitu berlandaskan oada interaksi antara stimulus dan respons. Namun demikian, teori-teori Hull, Gulthrie, dan Skinner berbeda dengan teori-teori pendahulunya dalam hal identifikasi terhadap faktor-faktor khusus yang dianggap berpengaruh terhadap belajar. Eksistensi teori Hull, Gulthrie, dan Skinner relatif lebih banyak mempengaruhi proses pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada sekarang ini.

Menurut teori Systematic Behaviour dari Hull, selain interaksi stimulus, respons, dan penguatan, ada proses lain yang perpengaruh terhadap pemunculan respon yang diharapkan, yaitu variabel “intervening”. Sementara itu, menurut teori Cantignity dari Guthrie, kombinasi stimulus yang diikuti dengan suatu gerakan, pada saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti lagi oleh gerakan tersebut. Disamping itu, jika belajar terjadi dalam suatu proses coba-coba maka proses yang terakhir muncul akan terulang kembali seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan. Teori Operant Conditioning dari Skinner menyatakan bahwa kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada pemahaman kita terhadap stimulus satu dengan stimulus lainnya, respon yang dimunculkan, dan juga berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

Menurut teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.

Teori kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pamahaman mengenai dirinya dan lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungan sekitar secara sadar. Sedangkan aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antara orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologis kognitif menekankan pada pentingnya proses internal atau proses-proses mental.

Menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses-proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah:

1. membentuk hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya.

2. membantu guru untuk memahami orang lain, terutama muridnya, dan membantu dirinya sendiri.

3. mengkonstruksi prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas dan untuk menghasilkan prosedur yang memungkinkan belajar menjadi kondusif.

4. teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas diri dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya merupakan faktor yang saling berkaitan.

Insight adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada beberapa situasi yang sama atau hampir sama. Dapat juga dikatakan insight adalah pemahaman terhadap sesuatu situasi secara mendalam. Insight terjadi dengan melihat kasus-kasus/kejadian yang terpisah, kemudian menggeneralisasikannya sehingga timbul pemahaman.

Perbedaan pandangan teori kognitif dan teori conditioning stimulus-respon adalah sebagai berikut:

1. Teori kognitif menekankan pada fungsi-fungsi psikologis, sedangkan teori behaviorisme pada segi sifiknya saja.

2. teori kognitif berfokus pada situasi saat ini, sedangkan teori behaviorime pada sejarah masa lalu.

3. dalam proses kognitif terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya secara simultan dan saling membutuhkan.

Prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.

2. sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti penyesuaian tugas rumah, hasil tes, di samping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologisnya.

3. ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir setiap orang tidak sama dan tidak tetap dari waktu ke waktu.

Model teori belajar kognitif yang banyak diterapkan dalam dunia pendidikan adalah model belajar penemuan Bruner, model belajar bermakna dari Ausubel, model pemrosesan informasi dan model peristiwa pembelajaran dari Rober Gagne, dan model “perkembangan intelektual” dari Jean Piaget.

Bandura mengidentifikasikan tiga keterbatasan dari teori belajar behavioristik dalam menerangkan mengenai perilaku sosial, yaitu tidak mewakili apa yang terjadi di lingkungan alami karena lebih sering tidak ada seorangpun di sekitar siswa untuk memberinya hadiah karena berhasil melakukan sesuatu; dan teori tersebut hanya menerangkan mengenai belajar langsung/direct learning (pemahaman segera suatu perilaku dengan konsekuensinya), tidak untuk belajar secara tidak langsung (pemahaman perilaku dengan konsekuensinya yang ditunda).

Untuk itu Bendura mengusulkan Teori Kognitif Sosial atau Teori Belajar Sosial, dengan enam prinsipnya. Yang pertama adalah prinsip faktor-faktor yang saling mempengaruhi, yaitu perilaku, berbagai perilaku pribadi, dan kejadian di lingkungan sekitar bekerja bersama sebagai penentu yang interaktif atau penyebab dari satu terhadap lainnya dalam sistem diri seseorang.

Yang kedua adalah orang memiliki kemampuan simbolik untuk menilai dan beraksi terhadap lingkungan sekitarnya. Informasi mengenai pemahaman dan orang yang pernah diterima oleh seseorang akan disimpan dalam bentuk pikiran dalam ingatan orang tersebut, dan sering orang beraksi terhadap pikiran ini, dan bukan terhadap orang lain atau berbagai pengalaman itu sendiri. Yang ketiga adalah kemampuan untuk berpikir ke depan atau kemampuan untuk merencanakan masa depan dengan berfikir sebelum bertindak. Pikiran, menurut Bandura, selalu mendahului tindakan. Prinsip yang keempat adalah kemampuan untuk seolah-olah mengalami sendiri suatu kejadian. Orang mampu belajar dengan memperhatikan orang lain bertindak dan melihat konsekuensi dari tindakan orang lain itu.

Prinsip kelima adalah kemampuan mengatur diri. Orang memiliki kemampuan untuk mengendalikan tingkah lakunya sendiri, seperti bekerja, makan minum, dan belajar, berdasarkan standar dan motivasi yang diterapkan sendiri. Prinsip keenam adalah kemampuan untuk refleksi diri, atau kemampuan untuk berfikir mengenai diri sendiri, antara lain kemampuan untuk melakukan penilaian diri terhadap kompetensi atau kemampuannya sendiri untuk melakukan suatu tugas dengan sukses. Inilah yang disebut keyakinan akan kemampuan diri (perceived self-efficacy).

Bagaimana orang belajar dari model? Yang pertama, mereka harus memberi perhatian terhadap apa yang dilakukan oleh si model (yang mudah dilakukan bila perilaku model cukup sederhana, jelas dilihat oleh mata, relevan, sering, dan bila model tersebut menarik). Yang kedua, mereka harus dapat menguasai atau mengingat apa yang mereka lihat dengan meng-coding informasi menjadi bayangan dan mengulangnya di luar kepala. Yang ketiga, mereka harus mengubah informasi tersebut menjadi tindakan dan melakukannya sendiri (di sini diperlakukan umpan balik). Akhirnya, mereka harus termotivasi untuk menirunya, karena perilaku tersebut membawa kepada hasil yang diinginkan.

Yang penting dari hasil pengamatan tersebut adalah dampak dari hasil perilaku model yang dapat diamati (atau konsekuensi perilaku model terhadap diri model itu sendiri yang dapat dilihat). Seorang pengamat akan lebih besar kemungkinannya untuk meniru suatu perilaku bila model tersebut mendapat hadiah daripada bila perilaku tersebut tidak menimbulkan konsekuensi apapun, terutama jika perilaku tersebut mengharuskan adanya usaha atau aspek lainnya yang dinilai pengamat tidak menyenangkan. Penguatan yang teramat tersebut juga penting bila ada kesulitan dalam mengamati nilai manfaat dari suatu tindakan. Lebih jauh lagi, bila seseorang model berhasil mencapai hasil yang secara luas sangat dihargai maka pastilah tidak sedikit penirunya.

Pada dasarnya semua orang memiliki kedelapan potensi intelegensi (bahasa/linguistik, logis-matematis, visual-spesial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, musikal, dan naturalis) karena semua orang memiliki struktur otak yang sama, hanya saja sering intelegensi tersebut tidak terasah dengan baik. Dengan mengasah seluruh intelegensi anak, berarti kita telah memberi anak jalan yang lebih mudah untuk mencapai tujuan hidup atau puncak kariernya. Setiap intelegensi tidak berdiri sendiri, artinya setiap intelegensi saling terkait satu sama lain. Menurut Gurner dan Ormstein, kedelapan intelegensi tersebut diberi kesempatan yang sama melalui berbagai aktivitas dan stimulus sesuai dengan kebutuhan masing-masing individi siswa. Intelegensi seseorang dapat hilang sejalan dengan kerusakan otak, baik karena sakit ataupun kecelakaan.


Wassalam.